“KADO GOKIL UNTUK NENEK”
Foto koleksi pribadi (kucrit)
Dari
kecil aku udah terbiasa dengan lingkungan luar rumah, lingkungan baru yang
bermacam-macam jenis orang aku temui. Aku termasuk anak kecil yang cukup
pendiam, suka mengalah dan nggak suka nakal, cuman nakalnya aku tu cuman sama
nenekku yang super galak. Entah kenapa aku paling suka nentang nenekku yang
paling galak, padahal diantara kakak-kakak dan sepupuku tidak ada satupun yang
berani sama nenekku.
Tapi
jangan diikutin yaa, aku bandel tapi nggak seperti anak nakal pada umumnya.
Contohnya nih kalau aku dan teman-teman sedang bermain rumah-rumahan, pasaran
(mainan) yang pakai daun atau kertas selalu aja dimarahi padahal setelah
selesai kami beresin. Kalau temen-temen udah pada pulang aku yang beresin
semuanya, sampah juga aku bersihin.
Terus
pernah juga aku tu yang paling iseng diantara sepupu dan kakakku ngerjain
nenek, saking keselnya kami dimarahin kalau main apa aja. Lha mau gimana lagi
kami kan anak-anak yang bisanya bermain, dan tertawa lepas masak kami disuruh kayak
orang dewasa yang sibuk kerja. Ada aku, kakakku, sepupuku dan temanku, kami be
rempat waktu itu yang kena marah.
Hari itu
kami dimarahi gara-gara bikin masak-masakan di kebun belakang, pake
rebus-rebusan air dan daun-daunan. Kami menggunakan peralatan seadanya seperti
batok (cangkang kelapa), piring gambreng (seng) bekas yang udah pada bolong,
sendok yang udah nggak dipakai lagi, rengkot (rantang) yang udah bocor dan
membuat pawon (tungku) dari batu bata 3 buah.
Sebenernya
kami salah juga, soalnya pakai korek dan mainan api mungkin nenek takutnya api
membesar dan bisa kebakaran. Tapi kami cuman pakai ranting kecil-kecil kok,
namanya masak kalau nggak pake api matengnya dari mana coba?
Siang itu nenek pulang dari ladang, dan ngamuk abis-abisan, mainan kami dibuangi dan apinya diguyur dengan air. Sambil ngomel-ngomel nenek membereskan semuanya, kami pada lari kocar-kacir kayak dikejar-kejar kambing saja. Semuanya nyari tempat persembunyian yang aman dan biar nggak ketahuan nenek diam-diam kami pulang ke rumahku.
Aku ada akal dikit
“Wahhh….lagi asik-asiknya mainan nenek pulang dari ladang marah-marah lagi, sayang kita nggak bisa mainan lagi”
Kakakku bertanya….
“Biar nenek nggak marah lagi diapain ya enaknya?”
Aku pun menjawab…
“Kita kerjain aja yukk, biar nenek bisa ketawa nggak marah-marah lagi sama kita”
Sepupuku
bertanya…
“Kira-kira apa yang bisa bikin nenek tertawa?”
Aku
menjawab….
“Gimana kalau kita masukin momot (nama kucingku) kedalam kantong plastik hitam aja, terus dikasihkan ke nenek”
Kakakku
bertanya….
“Kita ngomong apa waktu ngasih kucing ke nenek…?”
Aku
menjawab….
“Ntar aku bilang kalau ini yang ngasih Simbok (Ibu), bilang aja kalau ini berkat (oleh-oleh acara nikahan/syukuran) dari jagong (ketempat acara nikahan/syukuran).”
Temenku
memberi masukan…
“Ntar kucingnya di pukul nenek gimana?”
Aku
menjawab…
“Momot pasti kabur, dia tu paling takut sama nenek”
Sepupuku
bertanya….
“Ntar kita dimarahi lagi gimana…?”
Aku
jawab…
“Kita lari kabur duluan sebelum nenek buka plastiknya lah”
Kakakku
berkata….
“Oke, aku ambil kantong plastik hitam ya… kamu cari Momot aja dia lagi tidur dimana!”
Aku dan
sepupuku mencari dimana si momot tidur, namanya kucing kalau siang pasti tidur
pules, bangun-bangun makan terus balik tidur lagi, tapi kalau malam pasti
hunting keluar alis keluyuran. Akhirnya aku temukan si Momot yang lagi mleker
(tidur melingkar) di atas kursi tamu dan kakakku pun dating membawa kantong
plastik hitam.
Momot aku angkat dan kami bersama-sama memasukkannya ke dalam plastik hitam, dia cuman buka mata dikit terus tidur lagi. Untung dia itu penurut jadi nggak terlalu susah masukin kedalam kantong plastik hitam.
Aku
bilang sama Momot…
“Mott kamu diem yaa, jangan keluar plastik dulu pokonya yaa…”
Dan Momot
pun diem didalam plastik, sengaja aku tidurin dia posisi kepala diatas dan
punggungnya dibawah kayak bayi yang lagi ditimang-timang. Kami berempat
berjalan ke rumah nenek lagi, dan mereka ber tiga bediri di kebun belakang
rumah saja sambil nahan ketawa cekikikan. Aku yang masuk ke dalam rumah dan
memberikan kantong plastik hitam itu kepada nenek.
Dan
sesampainya di dalam rumah nenek bertanya…
“Itu kamu bawa kantong plastik isinya apa nduk (panggilan anak cewek di Jawa)…?”
Akupun
sambil tersenyum menjawab…
“Ini disuruh Simbok (Ibu) nganterin ulih-ulih (oleh-oleh) dari tempat jagong (acara nikahan/syukuran) Mbah (Nenek)”
Sambil
tersenyum senang nenek pun berkata…
“Maturnuwun ya nduk, pintere gelem ngeterke ulih-ulih barang… pas aku luwe meneh (Makasih ya nak, kamu pinter mau nganterin oleh-oleh kebetulan aku lagi laper)…”
Aku pun
menjawab sambil menmberikan kantong plastik itu, dengan senam jantung juga
persiapan mau lari sekencang-kencangnya…
“Nggih Mbah (iya Nek)…”
Langsung
aku balikkan badan dan cepat kabur lari ke belakang rumah ketemu kakak, sepupu
dan temanku yang menunggu disana kemudian kami mengintip dari sela-sela lubang
di dinding dapur yang terbuat dari anyaman bambu. Dan beberapa detik kemudian
nenek membuka kantong plastik itu dan Momot pun langsung terkejut dan lompat
keluar dan berlari….. kami tertawa terbahak-bahak sambil lari
sekencang-kencangnya.
Terdengar
suara nenek kaget dan marah-marah, seperti biasanya sampai mengeluarkan
kata-kata kasar dan kotor….
“Anak kurangajarrrr……! Awasssss kamuuuu…….! A*&^%....$#@$*!.....^%#%^…..&&!&&^…..!$#!%!^^^!.....&&&!&&!....@%%%&.....”
Gimana
nggak kotor, semua yg dibilang nama binatang yang dalam bahasa Jawa kasar.
Itulah kenapa aku selalu nentang nenek, karena kalau nenek marah tu sukanya
ngmong yang jelek jadi nggak pantes didenger anak-anak kecil, aku kan malu sama
temen-temen yang lain.
Nggak tau
gimana syocknya Momot liat muka nenekku yang lagi kaget dan marah, kalau
menurutku sih Momot pasti terbangun dari mimpi indahnya….. gara-gara denger ada
ledakan bom hirosima dan Momot pun terpaksa membuka mata lebar-lebar, kemudian
lari sekencang-kencangnya ha..ha..ha…..
Momot pun
pulang kerumah, dia nggak kembali tidur lagi cuman makan terus mandiin badan
dengan jilat-jilat pake lidahnya. Maafin kami yang jahil ya Mott, ha..ha..ha……
dan si Momot pun matanya merem-merem seolah-oalah ngerti apa yang aku bicarakan
sama dia.
Sebenernya
kasian juga sih nenek udah capek-capek baru pulang dari ladang kami kerjain,
tapi maksud kami kan baik pengen liat nenek tersenyum nggak marah-marah lagi….
Ternyata cara kami salah, maafin kami yaa Mbah (Almarhum Nenek), kami sayang
Nenek……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar